Mengangkat Potensi Anak Disabilitas lewat Karya Visual

1 hour ago 1
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Mengangkat Potensi Anak Disabilitas lewat Karya Visual Wenny Yosselina(Dok Tanoto Foundation)

ANAK-ANAK berkebutuhan khusus seperti memiliki dunianya sendiri. Mereka punya cara yang unik dalam menangkap dan memahami pesan serta mengekspresikannya ke orang lain. 

Sejumlah penelitian menunjukkan, karya-karya visual ternyata mampu menjadi pendekatan jitu dalam berkomunikasi bahkan mendukung proses belajar anak-anak berkebutuhan khusus.

Melalui bahasa visual, anak-anak tersebut dapat berinteraksi dengan sekitarnya, menjalani terapi, hingga meningkatkan pemahaman dan kemampuan mereka. 

Untuk itu, dibutuhkan karya-karya visual atau buku-buku gambar yang tepat bagi sarana belajar mereka. 

“Sayangnya kebanyakan buku-buku untuk anak berkebutuhan khusus yang beredar sekarang, yang dibuat oleh industri atau dari pemerintah, hanya sekadarnya saja. Padahal semestinya bisa didesain dan dibuat bersama anak-anak disabilitas,” kata Wenny Yosselina, seorang ilustrator dan peneliti visual yang mendedikasikan hasil karya dan risetnya bagi anak-anak disabilitas. 

Wenny berkecimpung di Kelas Buku Anak Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Art Therapy Centre (ATC) Widyatama Bandung. 

Dari ilustrasi-ilustrasi yang dibuatnya, Wenny merancang buku gambar sebagai sarana berkomunikasi dan belajar bagi anak-anak yang mengalami autisme, low vision, hingga disabilitas tuli. Ia juga terlibat kolaborasi seniman lintas negara untuk mendukung anak-anak disabilitas lewat program Art for Goods di Singapura.   

“Berdasarkan riset, mereka justru lebih mudah mengerti atau mencerna informasi melalui visual. Buku cerita anak-anak atau narasi visual pun digunakan untuk menjembatani komunikasi mereka,” ujarnya.

Wenny menyatakan, kebanyakan anak-anak berkebutuhan khusus mampu mengoleksi banyak aset-aset visual di pikiran mereka. Dari sini, mereka membentuk bahasa visual yang membantu mereka dalam memaknai bahasa verbal sehari-hari. 

“Anak-anak ini sering kesulitan mengungkapkan sesuatu. Makanya kita pakai gambar, hindari terlalu banyak verbal atau tulisan, karena kemampuan visual mereka lebih kuat,” tuturnya.

Mengajar Anak Disabilitas

Aktivitas Wenny bersama anak-anak disabilitas bermula saat mengerjakan tugas akhir di S1 Fakultas Seni Rupa ITB pada 2016. 

Untuk memperdalam materi desain komunikasi visual, ia harus menyelesaikan sebuah problem komunikasi. Wenny pun magang di sebuah tempat kursus menggambar di Bandung. 

Sejumlah anak didiknya berusia 7-8 tahun ternyata berada dalam spektrum neurodivergen, istilah non-medis untuk menggambarkan seseorang dengan cara kerja otak dan interaksi secara berbeda. Dalam kesan pertama Wenny, anak-anak ini kerap tak menanggapi si lawan bicara bahkan terkesan bandel. 

“Tapi waktu diminta menggambar, dia berusaha untuk menyelesaikan gambar itu karena ingin buat mamanya bangga. Mereka juga menunjukkan trust atau percaya sama kita waktu kita bikin karya bareng-bareng. Nah, di situlah karya visual itu berbicara lebih kuat dibandingkan verbal,” tandas Wenny.
 
Ia mengakui semula tidak mudah berinteraksi dengan anak disabilitas. Masih segar dalam ingatan Wenny, pengalamannya membimbing dua anak autisme saat menuntaskan tugas akhir kuliah. Mereka membuat buku visual tentang binatang-binatang yang hampir punah di Asia Tenggara. 

Di tengah pengerjaan, anak-anak itu kadang kehilangan fokus dan beralih ke kegiatan lain seperti membaca atau menonton Youtube. Wenny juga sempat gugup karena melihat siswa lain sempat mengalami tantrum. 

Namun lambat laun Wenny memahami mereka akan melakukan tugasnya saat mereka gembira, tanpa paksaan, tak tergesa-gesa, namun dengan target yang jelas.  

“Jadi kita kondisikan, yang penting mereka bisa datang, mengerjakan sesuatu setiap di kelas. Usahakan pekerjaan itu selesai di hari itu. Itu sudah pencapaian buat mereka,” ujarnya. 

Dari pengalamannya bekerja di ATC Widyatama Bandung, Wenny juga melihat anak-anak neurodivergen terbagi dalam beberapa kategori sesuai kemampuan mereka.

Misalnya siswa dalam taraf high function yang sudah tanggap merespons instruksi atau middle function yang jarang melakukan komunikasi verbal.

Namun dengan komunikasi yang tepat, kedua anak di kategori ini sudah lebih tenang dan mandiri dalam belajar, sehingga dapat diajari keterampilan lebih tinggi, seperti membuat desain grafis.

Setelah tiga tahun belajar di ATC, mereka bahkan bisa mengantongi ijazah setara D3 hingga bisa memproduksi karya sendiri, seperti tumbler, dan hidup mandiri dengan menjual karyanya itu.   

Mendalami Bahasa Visual

Melihat keunikan mereka, Wenny pun mulai tertarik untuk mendalami penggunaan gambar untuk anak-anak disabilitas. Saat mengajar, ia memperbanyak ilustrasi dan petunjuk-petunjuk visual. Ia pun meneliti bahasa-bahasa visual yang mudah dipahami untuk anak berkebutuhan khusus. 

Setelah itu, ia mendesain dan menerapkannya dalam buku-buku untuk mendukung pembelajaran mereka. Menariknya, ia juga mengajak anak-anak berkebutuhan khusus untuk terlibat langsung dalam penyusunan buku itu. 

Sebagai contoh, dari risetnya, Wenny mengetahui bahwa gambar untuk anak disabilitas harus jelas dan fokus pada satu hal. 

Karakter atau tokoh utama mesti dibuat lebih menonjol. Adapun warna yang digunakan adalah warna lembut dan natural. Selain itu, latar belakang ilustrasi sebaiknya tak terlalu ramai. 

“Kalau ramai akan mendistraksi karena fokus mereka cenderung gampang teralihkan,” kata Wenny. 

Namun konsep-konsep ini tak sepenuhnya dapat diseragamkan untuk tiap anak berkebutuhan khusus. Tergantung kondisi disabilitas dan kebutuhan mereka. Untuk anak dengan low vision misalnya, visualisasi dan warna mesti ditampilkan sangat kontras dengan garis- garis tebal untuk memudahkan penglihatan mereka. 

Bahkan alih wahana buku dalam bentuk digital juga membutuhkan banyak pertimbangan. Menurut Wenny, buku digital memudahkan dalam mendesain ilustrasi sesuai kebutuhan tiap anak, seperti mengatur tebal-tipis garis hingga gelap-terang warna. 

Namun ada pula yang tak setuju karena khawatir media digital akan mengalihkan fokus anak dan menimbulkan dampak-dampak negatif lainnya. 

“Memang enggak bisa dipukul rata, tapi ada petunjuk yang bisa jadi panduan dan bisa dikembangkan. Yang jelas, buku untuk anak-anak berkebutuhan khusus dikemas se-fun mungkin dan banyak visualnya, supaya anak-anak enggak merasa didikte, tapi bisa sama-sama belajar,” tandasnya.

Wenny mengingatkan, kebutuhan media belajar untuk anak disabilitas masih sangat besar.  Kurangnya media ajar anak disabilitas, sulit dipenuhi karena sesungguhnya setiap anak berkebutuhan khusus membutuhkan media belajar yang khusus dan spesifik. 

“Nyatanya di Indonesia kebutuhan untuk media belajar bukan hanya untuk anak neurodivergen, tetapi juga disabilitas fisik dan itu masih sangat langka,” katanya. 

Kolaborasi Seni Lintas Negara 

Kiprah Wenny dalam mengembangkan karya visual untuk mendukung anak disabilitas membuatnya terlibat di project Art for Goods (A4G) pada Oktober 2022-Januari 2023 silam. Dalam program gelaran Singapore International Foundation ini, ia berinteraksi dengan 29 pegiat seni dari berbagai negara.

Sebagai researcher visual, Wenny pun memaparkan tentang desain-desain visual sebagai sarana terapi dan edukasi, serta mampu meningkatkan kemampuan literasi anak-anak berkebutuhan khusus. “Singapore International Foundation menyoroti bagian riset saya yang berbeda dari partisipan lain dari seluruh dunia,” ujarnya. 

Paparan itu mengantarkan Wenny untuk menerima hibah Art for Goods 2003 yang diwujudkan dalam proyek Adventures in the Symphony of Colours, sebuah kolaborasi seni antara dua komunitas seni peduli disabilitas di Indonesia dan Singapura.  

Wenny pun mengajak sejumlah ilustrator di Bandung, terutama anak didiknya yang mengalami neurodivergen, untuk menggodok konsep buku visual. Adapun dari Singapura, guru orkestra inklusi Chee Junhong, memimpin seniman-seniman disabilitas setempat untuk menyiapkan permainan musik guna mengiringi visualisasi buku itu. 

Wenny dan tim mengisi buku itu dengan berbagai ilustrasi yang khas Indo...

Read Entire Article