
TEMUAN terbaru menunjukkan bahwa sekitar 400.000 tahun lalu, gajah bergading lurus (Palaeoloxodon antiquus) diburu secara besar-besaran oleh manusia purba dengan alat batu. Tak berhenti di situ, mereka juga mengolah tulang gajah menjadi beragam alat yang canggih untuk masanya.
Temuan ini menunjukkan bagaimana manusia purba mengoptimalkan sumber daya alam yang ada di sekitarnya untuk bertahan hidup. Lantas, bagaimana cara mereka melakukan perburuan itu?
Pemburu Zaman Prasejarah
Temuan arkeologis terbaru mengungkap bahwa sekitar 400.000 tahun lalu, manusia purba telah melakukan perburuan besar-besaran terhadap gajah bergading lurus (Palaeoloxodon antiquus) menggunakan alat batu. Tak hanya dagingnya dimanfaatkan, tulang gajah juga diolah menjadi berbagai alat canggih untuk zamannya.
Gajah memiliki peran penting dalam kehidupan manusia prasejarah. Seekor gajah yang berhasil diburu mampu menyediakan daging dalam jumlah besar untuk seluruh kelompok selama berhari-hari. Studi di situs Gesher Benot Ya’akov di Israel menunjukkan bahwa perburuan gajah merupakan bagian vital dari pola makan dan strategi bertahan Homo erectus.
Penelitian oleh Dr. Meir Finkel dan Prof. Ran Barkai dari Tel Aviv University menemukan bahwa lokasi tambang batu Paleolitik ternyata memiliki keterkaitan erat dengan jalur migrasi gajah dan sumber air yang menjadi pusat kegiatan berburu dan pembuatan alat pada masa itu. Pemilihan lokasi itu tidak dilakukan secara asal, melainkan bentuk strategi yang dirancang berdasarkan pengamatan terhadap perilaku hewan buruan.
“Seekor gajah dapat mengonsumsi hingga 400 liter air per hari. Oleh karena itu, mereka memiliki rute pergerakan tetap yang mengikuti sumber air.” ujar Dr. Finkel.
Strategi itu memudahkan mereka untuk menjebak dan memburu kawanan besar tersebut.
Perburuan yang Terencana
Ketika kawanan gajah menuju sungai, para pemburu sudah siap dengan alat batu tajam yang mereka buat di tambang terdekat. Begitu seekor gajah berhasil dijatuhkan, waktu menjadi hal yang penting, daging harus segera dipotong dan diolah sebelum rusak atau diserbu hewan lain.
Tambang-tambang itu menyediakan pasokan alat yang siap digunakan, memastikan proses pemotongan berlangsung cepat dan efisien. Strategi ini menunjukkan betapa manusia purba sudah berpikir logis dan terorganisasi, jauh dari kesan “primitif” yang sering dilekatkan pada mereka.
Sebuah Tradisi Global
Penelusuran lebih lanjut menemukan pola serupa di berbagai wilayah lain seperti Eropa, Asia, dan Afrika. Di semua lokasi tersebut, situs pembuatan alat batu selalu berdekatan dengan sumber air dan bukti perburuan hewan besar, termasuk gajah.
“Ini bukan kebetulan, tapi tradisi global,” jelas Prof. Barkai. “Selama ratusan ribu tahun, gajah menempuh rute yang sama, dan manusia menyesuaikan diri dengan membuat alat di sepanjang jalur itu.”
Jejak yang Memberi Pemahaman Baru
Hubungan antara manusia, gajah, dan lanskap purba memberi gambaran baru tentang kemampuan observasi dan perencanaan manusia awal. “Tiga elemen suci Paleolitik” yaitu air, gajah, dan batu, menjadi dasar bagi strategi hidup yang berlangsung selama ratusan ribu tahun, hingga gajah purba akhirnya punah dan cara hidup ini ikut menghilang. (SciTechDaily/Earth/P-4)