
DIREKTUR Utama PT Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi mendorong pertanian modern untuk memperkuat ketahanan pangan nasional. Ia menilai, adopsi teknologi menjadi kunci dalam mewujudkan pertanian berkelanjutan. Namun, rendahnya tingkat adopsi teknologi oleh petani menjadi tantangan utama.
"Inilah yang perlu kita ubah, dan itulah yang akan kami lakukan. Kami akan membantu petani memanfaatkan teknologi," ujarnya dalam acara Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2025 di Jakarta International Convention Center (JICC) Senayan, Jakarta, Jumat (10/10).
Rahmad menjelaskan petani tidak harus langsung menggunakan teknologi itu sendiri. PT Pupuk Indonesia menyediakan layanan berbasis teknologi untuk mendukung para petani agar dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi pertanian mereka.
Pihaknya telah memperkenalkan konsep smart precision farming, yakni pertanian presisi berbasis teknologi satelit. Program ini dikembangkan dari precision farming yang diinisiasi Petrokimia Gresik sejak 2000.
Selanjutnya, pada 2005, Petrokimia Gresik, sebagai bagian dari Solusi Agroindustri anggota holding Pupuk Indonesia, mengembangkan pupuk organik granul Petroganik untuk mengantisipasi berkurangnya kandungan organik tanah.
"Kami menggunakan teknologi berbasis satelit untuk memastikan tanaman mendapatkan apa yang dibutuhkan, tidak lebih dan tidak kurang. Jika berlebihan, hal ini justru dapat menimbulkan polusi dan berbagai dampak negatif lainnya," terangnya.
Rahmad kemudian menekankan pentingnya pupuk dalam peningkatan produktivitas pertanian. Pupuk disebut berkontribusi sebesar 62% terhadap produktivitas pertanian.
"Kita tidak bisa berbicara tentang peningkatan produktivitas tanpa membicarakan pupuk. Kuncinya adalah menjadikan pupuk terjangkau bagi petani," tegasnya.
Menurut Rahmad, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk memperkuat produksi pangan pokok. Melalui berbagai transformasi, distribusi pupuk kepada petani kecil berhasil meningkat sebesar 12%.
"Hasilnya, produksi pangan, khususnya beras di Indonesia meningkat sebesar 16%. Hal ini menunjukkan dengan jelas betapa pentingnya pupuk bagi komoditas pertanian," ucapnya.
Lebih lanjut, Rahmad menjelaskan Indonesia tengah bergerak menuju ekonomi rendah karbon. Sebagai bagian dari upaya ini, pada 15 September 2025, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN).
Dalam regulasi tersebut, amonia ditetapkan sebagai bagian dari bauran energi nasional. Sebelumnya, amonia dikenal sebagai senyawa kimia pembawa nitrogen untuk kebutuhan pertanian.
"Kini, amonia dilihat sebagai pembawa hidrogen yang dapat digunakan untuk mengurangi emisi karbon dari bahan bakar," jelas Rahmad.
Pupuk Indonesia diketahui sedang mengembangkan proyek untuk memproduksi amonia bersih (clean ammonia) melalui dua pendekatan utama, yakni blue ammonia dan green ammonia.
Salah satu inisiatif utama adalah Proyek GAIA (Green Ammonia Initiative from Aceh), yang akan dibangun di pabrik Pupuk Iskandar Muda (PIM-2) di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun, Lhokseumawe, Aceh. Proyek ini bertujuan untuk memproduksi amonia hijau dengan memanfaatkan energi terbarukan, khususnya dari tenaga surya, untuk menghasilkan hidrogen melalui elektrolisis air.
Hidrogen hijau ini kemudian akan dikonversi menjadi amonia hijau, yang dapat digunakan sebagai bahan baku pupuk maupun sumber energi bersih untuk sektor maritim dan pembangkit listrik. (Ins/E-1)