Di Balik Jas Putih: Menjaga Mentalitas di Tengah Tuntutan Pendidikan Kesehatan

Keberhasilan dalam dunia pendidikan kesehatan seringkali diukur dari kemampuan akademik, keterampilan klinis, dan kemampuan dalam berpikir kritis. Prestasi yang dicapai membuat aspek-aspek penting lainnya terabaikan, termasuk kesehatan mental mahasiswa. Keberhasilan ini ditopang oleh emosi yang stabil dan kondisi psikologis yang sejahtera. Tanpa kestabilan emosi dan kesejahteraan psikologis, pembelajaran kesehatan tidak akan berjalan dengan optimal, bahkan bisa menjadi bumerang diri yang berujung pada tekanan dan penurunan kualitas belajar mahasiswa.

Lingkungan akademik bidang kesehatan sangat dikenal dengan lingkungan yang memiliki tekanan tinggi, entah berasal dari keluarga, teman sejawat, kurikulum, atau bahkan ekspektasi diri sendiri. Mereka dituntut untuk terus memahami materi-materi kompleks, menjalani praktik lapangan dengan tanggung jawab yang tinggi, dan menghadapi ekspektasi lingkungan yang menganggap tenaga kesehatan selalu siap, kuat, mampu, dan sempurna. Paradigma “bisa dan tidak lemah” secara tidak langsung menggerogoti mental dengan membentuk kebiasan diam dan memendam lelah pikiran. Padahal, perasaan cemas dan lelah dalam belajar bukan sebuah kegagalan, tetapi sebagai portal istirahat dalam proses pembentukan kemampuan diri yang lebih kuat, serta sebagai sinyal bahwa seseorang telah berjuang melampaui batas dari kemampuan yang ia punya.

Dalam ranah pendidikan kesehatan, kesehatan mental berperan penting dalam membentuk kesiapan akademik dan profesional mahasiswa dalam menghadapi situasi lapangan. Keseimbangan psikologis membantu berpikir lebih jernih dan cepat, lebih berempati dan memahami kondisi lingkungan, serta bertanggung jawab dalam mengambil keputusan dengan moral yang tinggi. Sebaliknya, tekanan akademik tanpa dukungan sosial berpotensi menimbulkan stres dan berujung pada penurunan kualitas belajar. Oleh karena itu, dukungan dan motivasi harus dipandang sebagai fondasi dari proses akademik, bukan hanya sekadar pelengkap.

Dukungan yang dibutuhkan seringkali dianggap sepele dengan sebuah nasihat panjang dan kalimat motivasi kosong. Faktanya, kehadiran yang memahami kondisi lebih dibutuhkan dalam membangun emosi yang stabil. Kehadiran seseorang, baik keluarga atau teman, yang mampu menjadi pendengar keluh kesah tentang lelah yang tak kunjung selesai sangat dibutuhkan sebagai pereda pikiran yang berantakan. Dukungan emosional dan waktu yang dihabiskan untuk menemani sepi, serta lingkungan yang memberikan ruang istirahat emosional walau sejenak memberikan ketenangan batin, rasa dihargai, dan kekuatan untuk kembali melangkah; inilah bentuk lingkungan akademik yang manusiawi. Lingkungan dengan dukungan yang kuat mampu menumbuhkan rasa aman, meningkatkan rasa percaya diri, dan membantu memaknai tantangan akademik sebagai proses pengembangan diri dan bukan sebuah ancaman yang mematikan.

Pada akhirnya, kesehatan mental bukan sekadar isu pribadi, melainkan cerminan kualitas sistem pendidikan dan lingkungan tentang bagaimana cara mereka mendidik dan menyejahterakan calon tenaga kesehatan. Mendidik calon tenaga kesehatan berarti juga mendidik mereka untuk mampu merawat dirinya sendiri sekaligus berperan dalam merawat lingkungan sekitar, guna membangun masyarakat yang sehat dan berkualitas.