
Puluhan ribu warga rusun di DKI Jakarta resah karena tarif air bersih yang mereka bayar selama ini disamakan dengan tarif pelanggan komersial seperti mal, pusat perbelanjaan, perkantoran, hingga industri besar. Warga rumah susun yang tergabung dalam Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) sudah menempuh berbagai cara, mulai dari mengirimkan surat protes hingga menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran.
Namun, hingga kini, tuntutan mereka belum mendapatkan respons dari pihak PAM Jaya maupun Gubernur Jakarta.
Persoalan ini mendapat perhatian dari Anggota DPD RI Dapil Jakarta, Achmad Azran. Dalam kunjungan kerjanya ke Kalibata City, Jakarta Selatan, Azran bertemu dengan sekitar 36 perwakilan PPPSRS dari berbagai wilayah. Pertemuan juga dihadiri pengurus DPP P3RSI dan Ketua PPPSRS Kalibata City, Musdalifah Pangka.
Azran menilai penggolongan rumah susun ke dalam Kelompok III, setara dengan pusat bisnis dan industri, sangat tidak adil. Ia menegaskan bahwa rumah susun berfungsi sebagai hunian, bukan entitas komersial.
“Saya tidak tahu bagaimana penilaian PAM Jaya sehingga rumah susun bisa masuk ke Kelompok III. Ini hunian, bukan industri,” ujar Azran, Kamis (4/9).
Azran berjanji akan berkoordinasi dengan Pemprov DKI Jakarta agar warga rusun bisa bertemu langsung dengan Gubernur Pramono Anung. Ia menekankan bahwa warga berhak atas layanan air bersih yang adil, bukan dengan tarif setara industri.
Sebagai senator DKI Jakarta, Azran juga akan memfasilitasi Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan menghadirkan Gubernur Pramono Anung atau wakilnya. RDP ini ditargetkan terlaksana dalam waktu satu minggu.
Harapan Warga Rusun
Ketua PPPSRS Kalibata City, Musdalifah Pangka, mengapresiasi langkah Azran. Ia menuturkan bahwa penghuni rusun sudah berulang kali mencoba menemui Gubernur, namun tidak pernah berhasil meski ada janji dari Pemprov.
Hal senada disampaikan Sekretaris Umum DPP P3RSI, Nyoman Sumayasa, yang menyoroti Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 730/2024 tentang Tarif Air Minum PAM Jaya. Dalam aturan tersebut, rumah susun dimasukkan ke kategori Kelompok III (komersial), bahkan dengan tarif lebih mahal dibanding rumah tangga menengah dan rusun mewah.
“Tarif Kelompok III dikenakan sebesar Rp21.550, sedangkan rumah tangga menengah dan rusun mewah hanya Rp17.500,” jelas Nyoman.
Ia menilai klasifikasi tersebut keliru secara hukum dan bertentangan dengan prinsip keadilan sosial. Nyoman berharap Gubernur Pramono mendengarkan aspirasi warga rusun yang selama ini diabaikan. (Z-10)