
KETUA Umum Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI), Iing Ichsan Hanafi menekankan bahwa upaya untuk menekan angka kematian bayi baru lahir tidak bisa hanya bertumpu pada rumah sakit.
Menurutnya, rumah sakit berada di garis akhir pelayanan, sehingga pembenahan harus dimulai dari sistem rujukan dan layanan kesehatan dasar.
"Sebetulnya tidak hanya rumah sakit ya. Rumah sakit itu kan di ujung gitu ya, yang harus dibenahi tentunya dari aspek kerujukan. Kalau dilihat angka kematian ibu atau bayi, biasanya masalah terjadi sejak penanganan awal, misalnya dari puskesmas ataupun klinik. Itu harus kita optimalkan juga," kata Iing saat dihubungi, Selasa (19/8).
Ia mengatakan, optimalisasi tenaga medis di lini pertama juga penting agar pasien tidak datang ke rumah sakit dalam kondisi terlambat. Menurutnya, banyak dokter umum yang juga dapat dilibatkan dalam penanganan persalinan dengan peningkatan keterampilan khusus.
"Biasanya angka kematian yang ada di rumah sakit itu karena telat penanganan. Sebetulnya kalau datangnya tidak telat, dalam kondisi yang masih bagus, rumah sakit akan berusaha seoptimal mungkin untuk mampu menolong," jelasnya.
Selain aspek pelayanan kuratif, Iing juga menyoroti pentingnya layanan antenatal care (ANC) yang berkualitas. Meskipun pemerintah sudah meningkatkan jumlah kunjungan ANC hingga tujuh kali, ia menilai keberlanjutan catatan medis harus lebih diperhatikan.
“Keberlanjutan sisi medis juga penting. Jadi tahu misalnya kunjungan pertama kondisinya seperti apa, kunjungan kedua seperti apa, kunjungan ketiga seperti ap," ujarnya.
Ia menambahkan, perlu juga ada penguatan di posyandu, bidan desa, dan puskesmas dalam aspek preventif dan promotif, agar angka kematian bayi baru lahir dapat ditekan.
"Untuk ke depannya tidak hanya kuratif saja, dengan memperkuat jejaring layanan mulai dari posyandu, puskesmas, hingga rumah sakit, kami berharap angka kematian bayi baru lahir dapat ditekan secara signifikan," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin meminta seluruh rumah sakit di Indonesia untuk memperbaiki pelayanannya, dalam upaya menekan angka kematian bayi baru lahir di tanah air.
"Biasanya kan kalau udah lihat fakta begitu kita suka denial, sukanya nyalah-nyalahin orang lain. Meninggalnya di rumah sakit 92-94 persen, lahirnya di rumah sakit, bukan dirujuk di puskesmas. Sudah berantakan bayinya dibawa ke rumah sakit, lahirnya di rumah sakit. Jadi rumah sakit yang mesti diberesin," kata Menkes dalam kegiatan World Patient Safety Day (WPSD) 2025 di Jakarta, Selasa, (19/8).
Budi menekankan kondisi ini menunjukkan adanya masalah serius dalam layanan kesehatan, sebab terdapat lebih dari 30 ribu bayi di Indonesia meninggal setiap tahunnya.
"Kalau dibandingkan dengan Singapura, angka kematian bayi mereka hanya 2 per seribu kelahiran. Malaysia 6 sampai 7 per seribu, Thailand 7 sampai 8 per seribu kelahiran. Indonesia jauh lebih tinggi, bahkan Vietnam lebih baik dari kita," jelasnya.
(Ant/H-3)