
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kodifikasi RUU Pemilu yang terdiri dari 30 organisasi seperti Perludem, Pusako FH Universitas Andalas, Puskapol UI, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Netgrit, ICW, PSHK, Themis Indonesia meluncurkan naskah usulan kodifikasi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu sebagai inisiatif reformasi menyeluruh terhadap sistem kepemiluan Indonesia.
Direktur Eksekutif Perludem, Heroik Mutaqin Pratama mendesak agar revisi UU Pemilu juga mengakomodasi perombakan proses rekrutmen anggota KPU dan Bawaslu. Heroik menjelaskan, seleksi nantinya dilakukan oleh tim independen tanpa uji kelayakan politik di DPR.
“Kami ingin menghindari lobi-lobi politik di Komisi II DPR. Tim seleksi cukup menyerahkan nama calon berdasarkan peringkat, dan DPR hanya mengonfirmasi, bukan lagi melakukan fit and proper test,” katanya di Jakarta, hari ini.
Selain itu, lembaga pengawas pemilu juga diusulkan bertransformasi menjadi badan ajudikasi pemilu, yang fokus pada penyelesaian sengketa dan pelanggaran administrasi.
“Selama ini Bawaslu punya fungsi ganda: pengawasan dan ajudikasi. Itu membuat kewenangannya tumpang tindih. Kami ingin agar fungsi pengawasan dikembalikan ke masyarakat sipil, sementara penegakan hukum pidana pemilu langsung ditangani kepolisian,” tegas Heroik.
Adopsi Rekapitulasi Elektronik
Masyarakat sipil juga menyoroti pentingnya transformasi digital dalam proses rekapitulasi suara. Menurut Heroik, sistem Sirekap pada Pemilu 2024 menunjukkan hasil positif meskipun masih ada kekurangan.
“Dalam tiga hari, 70% data sudah masuk. Di Pilkada malah bisa kurang dari 24 jam. Sayangnya, KPU tidak mempublikasikan tabulasi datanya, hanya foto formulir saja,” kata Heroik.
Ia menegaskan bahwa rekapitulasi elektronik seharusnya dijadikan fitur utama, bukan sekadar alat bantu. “Dengan e-rekap, hasil bisa diketahui cepat dan transparan. Ini mengurangi potensi manipulasi hasil dan klaim sepihak,” tandasnya.
Heroik penegasan bahwa pembaruan UU Pemilu adalah kebutuhan mendesak untuk memastikan kualitas demokrasi Indonesia.
“Kalau DPR dan pemerintah terus menunda pembahasan, kita akan kembali mengulang kesalahan yang sama setiap lima tahun. Kodifikasi ini adalah peta jalan menuju pemilu yang lebih efisien, inklusif, dan akuntabel,” pungkasnya. (Dev/P-1)