
PERKEMBANGAN kendaraan listrik (electric vehicle/EV) mulai mendapat perhatian serius dari para pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Meski dampaknya terhadap penjualan bahan bakar minyak (BBM) belum terasa signifikan, para pengusaha menilai tren ini sebagai ancaman jangka panjang bagi bisnis mereka.
Ketua Umum Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas), Rachmad Muhammadiya, mengatakan pihaknya telah memasukkan isu kendaraan listrik ke dalam agenda strategis organisasi. Langkah itu, menurutnya, perlu dilakukan agar para pengusaha SPBU dapat menyiapkan strategi menghadapi perubahan lanskap energi nasional.
“Dampak kendaraan listrik terhadap volume penjualan BBM memang belum besar, tetapi ini tidak bisa diabaikan. Dalam jangka panjang, perkembangan EV bisa mengubah pola konsumsi energi masyarakat,” katanya di Batam, Jumat (10/10).
Dia menilai ancaman kendaraan listrik sangat bergantung pada perkembangan teknologi dan arah kebijakan pemerintah. Salah satu kendala utama, kata dia, masih terletak pada aspek kepraktisan. “Pengisian daya di rumah saat ini bisa memakan waktu 7–8 jam. Ini belum sepenuhnya praktis untuk kebutuhan sehari-hari masyarakat,” ujarnya.
Selain itu, dia juga menyoroti dampak lingkungan dari limbah baterai kendaraan listrik. Ia mempertanyakan kesiapan infrastruktur pengelolaan limbah baterai di Indonesia. “Kalau baterainya rusak, bagaimana pembuangannya? Apakah sudah ada tempat pembuangan akhir yang aman? Dari sisi lingkungan hidup, ini juga persoalan serius,” tambahnya.
Berdasarkan data Hiswana Migas, terdapat sekitar 6.600 SPBU di seluruh Indonesia, ditambah sekitar 200 stasiun pengisian milik swasta asing seperti Shell dan BP. Hingga kini, belum ada SPBU yang menutup operasional atau mengurangi pasokan akibat kehadiran kendaraan listrik.
Untuk itu, dia menegaskan pengusaha SPBU perlu mulai berpikir strategis untuk menjaga keberlanjutan bisnis di tengah transisi energi. Ia menilai, kebijakan pemerintah yang mendorong penggunaan bahan bakar nabati menjadi bagian penting dari strategi adaptasi tersebut.
“Stok minyak fosil kita terbatas. Dengan mencampur etanol ke bensin dan FAME ke solar, penggunaan energi bisa lebih efisien dan tahan lama,” tuturnya. (E-2).