
DIREKTUR gempabumi dan tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono mengatakan jaringan sensor tsunami merekam adanya perubahan muka air laut di wilayah Utara Sulawesi. Kejadian itu beberapa menit setelah gempa berkekuatan 7,4 magnitudo terjadi di Laut Filipina, Jumat (10/10) pukul 08.43 WIB.
Menurut Daryono data BMKG menunjukkan adanya ketinggian gelombang air laut 17cm di wilayah Essang, Talaud yang lokasinya tak jauh dari gempa. Namun di wilayah lain tercatat tinggi gelombang 5-11 cm.
Data anomali tinggi air muka laut terekam dalam waktu kurang dari 30 menit mencangkup alat ukur di Essang, Beo, Melonguane, Ganalo, Sangihe Sulawesi Utara, hingga Morotai dan Halmahera Barat di Maluku Utara.
“Ini termasuk kategori tsunami minor, namun sistem berhasil mengonfirmasi adanya kenaikan permukaan air laut yang relevan dengan hasil pemodelan,” ujarnya.
Ia mengatakan itu menandakan bahwa sistem deteksi dini berjalan dalam merespons ancaman tsunami di wilayah perbatasan laut utara.
Daryono menyampaikan bahwa BMKG, berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), serta pemerintah daerah agar informasi tersebut diteruskan ke masyarakat.
Seperti diberitakan gempabumi berkekuatan 7,4 magnitudo terjadi pada pukul 08.43.58 WIB dengan episenter di koordinat 7,23° Lintang Utara dan 126,83° Bujur Timur atau sekitar 275 kilometer arah barat laut Pulau Karatung, Sulawesi Utara, dengan kedalaman 58 kilometer.
Berdasarkan hasil analisis mekanisme sumber, gempa itu dipicu oleh aktivitas patahan naik di zona subduksi Laut Filipina. Gempa ini disebut berpotensi tsunami dengan status waspada di wilayah pesisisr
Kepulauan Talaud, Kota Bitung, Minahasa Utara bagian selatan, Minahasa bagian selatan, dan Supiori di Papua. Masyarakat diimbau waspada hingga peringatan tsunami berakhir. (Ant/H-4)