Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa pengelolaan logam tanah jarang (LTJ) ke depan tidak akan diserahkan kepada pihak umum, melainkan dikelola langsung oleh negara.
“Ke depan kebijakan kami di hulunya, bahan bakunya itu, nanti untuk logam tanah jarang tidak kami izinkan dikelola oleh umum, tapi akan dikelola oleh negara. Nanti ada tata kelola sendiri, dan kita tunggu saja aturannya,” ucap Bahlil kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (25/8).
Bahlil menilai, logam tanah jarang memiliki harga yang tinggi di pasar global sehingga pengelolaannya harus diatur secara ketat. Oleh karena itu, ia menyebut Badan Industri Mineral yang baru dibentuk akan difokuskan pada riset dan pengembangan industri guna menciptakan nilai tambah.
“Saya pikir apa yang dilakukan presiden sangat positif dan bagus, karena Badan Industri Mineral ini kan akan fokus pada penelitian industri untuk ciptakan nilai tambah. Seperti misalnya logam tanah jarang kita kan harganya cukup tinggi,” kata Bahlil.
Ia pun kemudian memastikan bahwa Kementerian ESDM akan fokus pada penyediaan bahan baku, sedangkan produk akhir akan ditentukan oleh Badan Industri Mineral.
“Ya kita siapkan bahan bakunya aja, produk akhirnya nanti di Badan Industri Mineral ini yang akan tentukan. Ini kan masih dipimpin oleh Menristek ya,” tambah Bahlil.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, Indonesia memiliki potensi besar LTJ yang tersebar di berbagai daerah dan sebagian besar muncul sebagai produk samping dari aktivitas pertambangan.
Di Bangka Belitung, LTJ ditemukan dalam bentuk monazite dan xenotime, yang merupakan produk samping dari pengolahan bijih timah. Sementara itu, di Kalimantan, potensi LTJ hadir dalam zirconium silicate yang berasal dari pasir zirkon, serta rare earth ferrotitanates yang merupakan residu pengolahan bauksit menjadi alumina, khususnya di Kalimantan Barat.
Di Sulawesi, LTJ terkandung dalam bijih nikel laterit. Analisis menunjukkan kandungan unsur bernilai tinggi seperti scandium, neodymium, praseodymium, dan dysprosium yang diperoleh melalui proses hidrometalurgi bertekanan tinggi. Selain itu, wilayah ini juga memiliki cadangan besar nikel yang memperkuat potensi LTJ sebagai produk ikutan.
Adapun potensi lain tersebar di berbagai daerah, termasuk dari batuan granit, abu batubara (FABA) yang mengandung mineral fosfat, hingga tailing emas yang masih menyisakan unsur LTJ.